Rintik air hujan pagi itu mulai membasahi di setiap
helai kain baju yang kukenaan, meresap di setiap serat-serat kainnya. Kakiku
bergegas menuju sebuah bangunan bercat hijau muda di sudut area kampus. Tak
nampak dari kejauhan ada orang lain di sana. Kurapatkan sepatu hitamku di muka serambi bangunan itu.
“Assalamu’alaikum”
bisikku.
Tak ada Jawaban,
memang aku berharap tak ada yang menjawab, karena aku hanya seorang diri di
sana. Jam tanganku menunjukkan pukul 05.45, tapi belum juga kulihat ada yang
datang. Kuputuskan menuju ruangan lokasi acara. Satu per satu anak tangga
kupijak perlahan, bermaksud mengulur waktu untuk tiba di lantai dua bangunan
itu, berharap ada yang datang menyusul. Dua anak tangga lagi, dan sampailah aku
di depan ruang serbaguna. Sunyi, hanya ada aku dan tas ransel hitamku. Perlahan
kubuka pintu ruangan itu, suara denyitannya berhasil membuat gaduh seisi gedung
berlantai dua itu. Udara dingin mulai terasa menyeruak keluar, menyibakkan
jilbab coklat yang kukenakan. Kursi-kursi tertata, siap untuk menemani acara
sepanjang hari ini. Tiga menit, empat menit, belum juga ada yang datang, hanya
dentingan jam dinding yang sedari tadi menemani helaan-helaan napas. Sepuluh
menit berlalu.
“Kreeeeekkkk”.
“Akhirnya ada yang datang.”
Satu demi satu
teman-temanku mulai beradatangan, dan akhirnya genap sudah. Kami awali dengan do’a sebelum pelaksanaan
acara, berharap Allah meridhoi acara kami, dan melancarkan.
Pukul 07.30 acara
dimulai, aku duduk di luar menunggu ada yang datang lagi. Gema suara pembawa
acara dan pemateri terdengar hingga ke telingaku. Sepersekian detik aku
teringat semua pertanyaaan yang pernah aku ajukan pada diriku sendiri 2 tahun
silam. Saat dimana masih kucari jawaban atas pembenaran peristiwa-peristiwa
yang aku alami. Tak menyangka saat ini Dia Yang Maha Agung memberiku
jawaban-jawabannya ketika aku bersama teman-temanku, bahwa tidak ada yang
sia-sia di dunia ini, tak pula ada yang kebetulan. Jika orang lain mengatakan di
dunia ini ada yang namanya keberuntungan, bahkan mungkin orang-orang akan
mengatakan aku beruntung ada di sini, melanjutkan studi di sini, tapi aku lebih
menyukai kata “takdir”. Bukan suatu keberuntungan aku ada di sini, pun bukan
kebetulan aku bertemu dengan mereka, teman-teman yang membersamaiku susah dan
senang sampai saat ini. Tapi Sang Maha Hidup mentakdirkan aku di sini, dan
bertemu mereka, penyejuk bagi setiap udara panas yang kuhirup dan menerpa
hidupku. Keceriaan bagi kemurungan yang tak kusadari terkadang melandaku, tawa
bagi kesedihan-kesedihan yang lalu. Terimakasih telah membersamaiku, karena
kalian adalah letera keduaku.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung di blog saya, komentar Anda sangat berarti bagi saya....